Selasa, 08 April 2014

Berhati-hatilah Mencampur Obat Herbal dengan Obat Kimia

Penulis : Unoviana Kartika | KOMPAS.com — Obat herbal telah berkembang menjadi tidak hanya sekadar obat tradisional, tetapi juga obat yang diresepkan oleh dokter. Saat ini pun tak sedikit orang yang memanfaatkan obat herbal sebagai pengobatan komplementer.
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar Kementerian Kesehatan 2010, 59,12 persen penduduk Indonesia mengonsumsi obat herbal. Masyarakat menilai obat herbal lebih aman daripada obat konvensional. Namun, obat herbal bukan berarti 100 persen aman. Selain itu, jika diminum bersamaan dengan obat lain, obat herbal dapat menimbulkan interaksi obat yang membahayakan. Karena itu peminum obat herbal pun perlu mengetahui jenis-jenis interaksi obat. Dokter pakar obat herbal Arijanto Jonosewojo mengatakan, terkadang demi menambah keefektivan dari obat konsumen minum obat konvensional dan komplementer sekaligus. Padahal tindakan itu justru kontraproduktif karena menimbulkan interaksi obat yang merugikan. "Misalnya, obat-obatan golongan statin untuk menurunkan kolesterol tidak boleh diminum bersamaan dengan obat herbal yang juga berfungsi sama," ujarnya dalam konferensi pers Simposium SOHO Global Health Natural Wellness di Jakarta, Sabtu (5/4/2014) lalu. Sebaliknya jika diminum dalam waktu yang berbeda, lanjutnya, keduanya akan saling menguntungkan. Oleh karena itu, sebaiknya obat-obatan golongan statin diminum pada malam hari, dan obat herbal di pagi hari. Selain itu, masih banyak interaksi obat lainnya. Dicontohkan oleh Arijanto, obat herbal dengan bahan baku ginseng untuk penambah stamina sebaiknya tidak diminum bersamaan dengan obat-obat penyakit jantung. Ini karena keduanya dapat memicu aritmia atau ketidakteraturan ritme detak jantung. Interaksi juga berlaku bagi herbal yang berbentuk jamu ataupun racikan. Misalnya bawang putih sebaiknya tidak dikonsumsi hingga dua minggu sebelum menjalani pencabutan gigi. Pasalnya bawang putih memiliki efek penyukaran pembekuan darah, sehingga dapat memicu pendarahan setelah pencabutan gigi. Ada pula jus belimbing yang sebaiknya tidak diminum bersamaan dengan konsumsi obat-obatan ginjal. Alasannya, interaksi keduanya bisa menimbulkan zat yang bersifat toksik bagi tubuh. Karena banyaknya interaksi obat, Arijanto menegaskan, dokter melakukan wawancara riwayat penyakit terlebih dahulu pada pasien sebelum meresepkan obat herbal. "Penting untuk meresepkan obat secara individual, karena penggunaan obat herbal bisa berbeda efeknya pada setiap orang," pungkas Kepala Poliklinik Komplementer Alternatif RSU dr Soetomo ini. Editor : Lusia Kus Anna