Selasa, 15 Juli 2014

Ternyata, Pemimpin Tertinggi GarudaFood adalah Mantan Korban Bully

Oleh Adhika Dwi Pramudita | Studentpreneur -- Sudhamek Agoeng Waspodo Soenjoto adalah entrepreneur, sekaligus figur pemimpin di GarudaFood. Sejak mengambil alih perusahaan keluarganya, sebuah pabrik tepung tapioka lokal, Sudhamek berhasil mengantarkan GarudaFood untuk terbang melanglangbuana ke seluruh dunia. Versi November 2013, Forbes menilai kekayaannya sebesar US$830 juta atau 9 Trilliun Rupiah, menempatkannya di posisi ke 35 dari 50 orang terkaya di Indonesia. Akan tetapi, seluruh pencapaian ini tidak taken for granted, tidak langsung didapat. Tahukah Anda bahwa Sudhamek adalah mantan korban bully? Kehidupan Sudhamek penuh dengan hikmah yang bisa dipetik oleh setiap entrepreneur. sudhamek 2 Ternyata, Pemimpin Tertinggi GarudaFood adalah Mantan Korban Bully studentpreneur entrepreneur startupTernyata, Pemimpin Tertinggi GarudaFood adalah Mantan Korban Bully [Studentpreneur] Ada kebaikan di segala kondisi. Sudhamek Agoeng Waspodo Soenjoto, lahir pada tanggal 20 Maret 1956 di Rembang, Jawa Tengah. Ia dan keluarganya tinggal di perkampungan nelayan miskin. Keluarganya tak kaya, namun juga tak terlalu miskin. Tak semua kebutuhan Sudhamek terpenuhi. Katanya, ia jarang menyantap daging ayam. Dan kalaupun ada, anak bungsu dari 11 bersaudara itu, kebagian potongan paling kecil. Meski begitu, Sudhamek bersyukur tak pernah kurang asupan protein. Di tepi pantai, tempat ia tinggal, bertumpuk ikan laut yang segar dan murah. Jadilah tuan bagi hidupmu sendiri. Sudhamek memulai pendidikannya dengan sangat lambat. Bahkan nyaris tidak naik kelas ketika SD. Dino Patti Djalal dalam bukunya “Life Stories: Resep Sukses dan Etos Hidup Diaspora Indonesia di Negeri Orang” menulis bahwa sejak kecil, Sudhamek seringkali mendapat cacian akibat namanya yang ‘unik’. “Setiap pagi, ketika diabsen satu persatu, saya merasa bahwa itulah momen penghukuman bagi saya. Begitu nama saya dipanggil, maka seluruh kelas akan tertawa sambil melihat saya,” katanya. Tekanan batin inilah yang membuat prestasi sekolahnya jelek sekali hingga SMA. Kalau syarat naik kelas adalah K6 (nilai merah tidak boleh akumulatif lebih dari 6), ia selalu nyaris di border line. Hingga, ayahnya berpesan “Jadilah tuanmu sendiri dalam hidup ini.” Kemudian hidupnya berubah. Kekuatan kehendak untuk berbuat. Selepas SMA, Sudhamek masuk di Fakultas Ekonomi sebuah Universitas di Salatiga. Diakuinya, pilihan ini adalah tidak sengaja. Akan tetapi, ketika melihat nilai kuliahnya di fakultas ekonomi itu bagus, ia mulai jatuh cinta pada ilmu ekonomi. Sudhamek merasa kalau dirinya tidaklah sebodoh yang ia bayangkan. Kepercayaan dirinya pun mulai tumbuh. Ia menjelma menjadi seorang mahasiswa gaul yang fasih berbicara di depan publik. Sudhamek percaya bahwa “will power” yang membuatnya berubah, semacam kekuatan kehendak untuk berbuat. Ia memang tak pernah menjadi murid terpandai. Namun, kata Sudhamek, karena kekuatan kehendak itulah, ia berhasil menyabet dua gelar sarjana sekaligus, ilmu ekonomi dan ilmu hukum. Memburu pengalaman. Lulus kuliah, bukan berarti Sudhamek langsung meneruskan bisnis keluarga, meskipun secara lokal, nyatanya bisnis keluarga sangat menjanjikan. Ia mampir dulu untuk menimba ilmu dulu di berbagai perusahaan. Sudhamek bergabung dengan PT Gudang Garam, Kediri. Dalam waktu 8 tahun, beliau sudah dipercaya untuk menjadi Presiden Direktur di PT. Trias Santosa Tbk, anak perusahaan Gudang Garam. Belasan tahun ia belajar manajemen, dan kepemimpinan mengelola korporasi. Semua pelajaran itu kemudian diterapkannya ketika ia mengambil alih bisnis warisan ayahnya, PT Tudung, yang awalnya bergerak di bisnis tepung tapioka. Di bawah kepemimpinan Sudhamek, perusahaan itu berubah nama menjadi PT Tudung Putrajaya (TPJ), bergerak di produksi kacang garing, meskipun masih tanpa merek. Inilah cikal bakal GarudaFood. Mulai 1987, mereka menjual kacang produksinya dengan merek ‘Kacang Garing Garuda.’ Kacang Garuda meledak di pasaran. Inovasi harga mati. Menggunakan semua pengalaman kerja sebelumnya, Sudhamek berhasil memodernkan GarudaFood. Inovasi demi inovasi terus dilakukan. Contohnya adalah keberhasilan GarudaFood mendirikan perusahaan distribusi. Dari dulunya hanya fokus dalam produk kacang, kini telah menghasilkan 200 produk makanan dan minuman. Puncaknya, GarudaFood menjalin kerjasama dengan brand besar dari Jepang, Suntory. Akhir tahun lalu, mereka meluncurkan merk minuman teh botol, Mirai. Ada untungnya di bisnis beverage. Saat Indonesia digilas krisis moneter pada 1998, GarudaFood justru bertahan. Ini karena mereka menguasai 60-70 persen pangsa pasar. Bahkan, berkat kerjasama dengan Suntory, kini GarudaFood merambah pasar dunia.
Perusahaan harus mengapresiasi kultur. Beliau menekankan pentingnya kultur dalam membangun GarudaFood. Kalau perusahaan itu mempunyai kultur yang baik, maka sebuah perusahaan akan berperforma baik pula. Bagi Sudhamek, penting sekali untuk membangun aspek spiritual dalam perusahaan. Moralitas karyawan yang baik akan memberikan hasil yang baik pula untuk perusahaan. Seorang pemimpin hebat harus mampu menyentuh aspek manusia semua orang yang dipimpinnya dengan cerdas dan arif. Dengan kemampuan spiritual yang ditambahkan dengan kompetensi, maka perusahaan akan menjadi lebih dinamis dalam bertumbuh. Regenerasi. Kini, dengan besarnya GarudaFood, Sudhamek merasa sudah saatnya bagi beliau untuk pensiun. Beliau merasa bahwa sinar matahari pemimpin baru GarudaFood bisa tertutup apabila beliau masih aktif. Dalam sebuah proses suksesi yang berhasil, beliau menyerahkan posisi sebagai CEO GarudaFood pada Hardianto Atmadja. Kini Sudhamek memilih untuk menjadi mentor GarudaFood, terutama dalam menjaga budaya spiritual dan inovasi. Sudhamek, yang dulu anak kecil minder bernama aneh itu, berhasil meraih berbagai penghargaan, secuil di antaranya adalah Ernst & Young Indonesia Entrepreneur of The Year 2004, dan The Most Admired CEO 2004, 2005, 2006, 2007. Mari berdiskusi di kolom komentar! Anda juga bisa mendapatkan informasi bisnis anak muda kreatif melalui Facebook atau Twitter Studentpreneur.