Minggu, 09 Desember 2012
Kemenkeu tegaskan proses redenominasi delapan tahun
Jakarta (ANTARA News) - Direktur Jenderal Perbendaharaan Negara Kementerian Keuangan Agus Suprijanto mengatakan proses untuk menyederhanakan nomimal nilai rupiah atau redenominasi, yang menurut rencana dimulai pada 2014, akan berlangsung selama delapan tahun.
"Jadi memang lama dan proses pelaksanaannya sangat panjang, butuh waktu delapan tahun," ujarnya di Jakarta, Jumat.
Menurut Agus, apabila proses pembahasan UU redenominasi selesai pada akhir tahun 2013 dan setelah melalui beberapa tahap sosialisasi kepada masyarakat, maka proses redenominasi akan selesai pada 2022.
"Pembahasan UU telah diajukan pada badan legislatif DPR RI dan menjadi prioritas satu dalam masa sidang tiga dan empat, Januari hingga Juni 2013. Persiapan draf pun sudah sejak 2011 lalu," katanya.
Redenominasi merupakan proses penyederhanaan nominal nilai mata uang dengan menghilangkan tiga nol dalam satuan rupiah saat ini, sehingga uang Rp1.000 nantinya akan menjadi Rp1 dengan nilai yang tidak berubah.
Ia memaparkan proses redenominasi kepada masyarakat dimulai sejak awal 2014 hingga 2018, dimana jenis rupiah dengan nominal baru akan mulai beredar namun jenis rupiah lama belum akan ditarik pemerintah.
Dengan demikian, pada periode tersebut, para penjual barang maupun pemilik usaha diwajibkan untuk melampirkan dua label harga barang yang mencantumkan harga sebelum dan sesudah redenominasi.
"Di warung waralaba tertentu ini sudah mulai dilakukan, namun perlu sosialisasi di pasar tradisional agar proses ini tidak menimbulkan inflasi. Selain itu akan ada sanksi kalau mereka tidak memasang dua label ini," kata Agus.
Sementara, pada periode 2019 hingga 2022, pemerintah akan mulai mengedarkan uang dengan nilai nominal dan desain baru serta mulai menarik uang dengan nominal lama sehingga proses redenominasi mulai berlaku efektif.
"Proses transisi ini lumayan lama karena hal ini dilakukan untuk menjaga kestabilan harga," kata Agus.
Agus mengatakan Indonesia telah belajar dari negara-negara yang berhasil dalam menerapkan redenominasi seperti Turki, Rumania, Polandia dan Ukrania serta negara yang gagal seperti Rusia, Argentina, Brazil dan Zimbabwe.
"Kebanyakan negara yang gagal menerapkan redenominasi, karena momentum implementasi yang kurang pas padahal perekonomian mereka sedang tidak stabil dan mengalami inflasi tinggi," katanya.
(ANT)
Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar