Selasa, 18 Desember 2012

Mengapa Adam Lanza Tega Tembaki Puluhan Siswa SD & Ibundanya?

Nurvita Indarini - detikHealth Jakarta, Tak ada angin, tak ada hujan, Adam Lanza tiba-tiba datang ke SD Sandy Hook, Newtown, Connecticut, Amerika Serikat. Lalu dengan membabi buta dia muntahkan timah panas dari senjata yang dibawanya. Mengapa pemuda 20 tahun itu tega melakukan perbuatan itu?
Alasan Adam melakukan tindakan kekerasan yang mematikan itu masih misteri. Sebab Adam bunuh diri setelah membuat SD tersebut 'banjir darah'. 20 Murid dan 6 orang dewasa tewas. Bahkan sesaat sebelum penembakan massal itu, dia tega menembak ibunya. "Kekerasan muncul karena dua situasi. Pertama karena efek kerusakan otak. Ada bagian otak yang namanya prefrontal cortex, kalau ini rusak atau luka maka perilaku anak atau individu bisa berubah jadi perilaku yang bisa melukai orang lain," kata psikolog anak, Efnie Indrianie MPsi, dalam perbincangan dengan detikHealth, Senin (17/12/2012). Efnie mencoba menganalisa secara kasar alasan Adam melakukan tindakan tersebut. Dia menjelaskan prefrontal cortex berperan mengatur bagaimana bersosialisasi dengan orang lain, kebijaksanaan, dan relationship. Apabila terjadi kerusakan limbic system maka dkhawatirkan yang bersangkutan jadi temperamen. "Kalau ada kerusakan bilogis maka perlu medical treatment," sambung pengajar Universitas Maranatha Bandung ini. Seseorang juga bisa melakukan kekerasan karena lingkungan. Sebab di lingkungan tempat dia tumbuh, ada banyak hal yang dipelajarinya sejak kecil. "Bisa dia mengadopsi kekerasan saat orang tuanya bertengkar, juga dari film maupun lingkungan sekitar lainnya," imbuh Efnie. Karena itu ketika orang tua mendeteksi perilaku janggal anaknya yang mengarah ke kekerasan,apalagi yang cukup ekstrem, segera bawalah anak tersebut ke psikolog, psikiater, dan neurolog. "Dia sampai tega membunuh ibunya padahal ada norma yang harus dia pegang, dikhawatirkan ada kerusakan bilogis di dirinya. Sebab filter sudah tidak ada lagi. Kerusakan ini bisa muncul karena kecelakaan atau virus, atau kelainan pada saat kelahiran," papar Efnie. Ryan Kraft yang pernah mengasuh Adam kecil. Dia mengingat Adam kecil sangat pendiam dan cenderung tertutup, namun sangat cerdas. "Ketika dia sedang melakukan sesuatu, tidak peduli apakah menyusun Lego atau bermain video games, dia benar-benar fokus. Seolah dia berada di dunianya sendiri," ucapnya. Kraft pun teringat akan perkataan Nancy, ibunda Adam, yang mengingatkannya untuk tidak pernah memalingkan pandangan dari Adam sedikitpun. "Harus selalu mengawasinya setiap saat ... Jangan pernah memalingkan badan darinya, atau bahkan meninggalkannya untuk sekedar ke toilet atau hal-hal semacam itulah," kenang Kraft. Muncul dugaan Adam mengidap Asperger, yang dikenal sebagai salah satu bentuk autisme. Namun Geraldine Dawson, profesor psikiatri dari University of North Carolina di Chapel Hill yang juga aktivis Autism Speaks, mengatakan tidak ada bukti adanya keterkaitan antara autisme maupun Asperger dengan kekerasan. Salah satu penelitian memang pernah mengungkap bahwa kecenderungan untuk melakukan kekerasan pada pengidap autisme dan Asperger bisa lebih tinggi 20-30 persen dibanding populasi umum. Namun diyakini, jenis kekerasan yang dimaksud berbeda dengan yang ditemukan pada kasus penembakan di AS. Perilaku agresif pada pengidap autisme ataupun Asperger umumnya lebih bersifat reaktif dan impulsif (tiba-tiba), misalnya mudah marah, mendorong atau berteriak-teriak. Sekalinya marah, umumnya butuh waktu lebih lama untuk meredakannya kembali. (vit/vit)

Tidak ada komentar: